Perjanjian merupakan suatu hal
penting dalam hubungan hukum keperdataan, khususnya dalam kegiatan
perekonomian. Perjanjian sangat penting sehingga dalam pembentukannya perlu dilakukan
dengan hati-hati dan berdasar hukum. Dalam hal ini prinsip-prinsip dasar dalam
pembentukan perjanjian akan dibahas dalam artikel ini, prinsip dasar tersebut pada
umumnya disebut sebagai asas-asas perjanjian. Pembentukan perjanjian harus
berdasar kepada asas-asas tersebut sehingga perjanjian tidak terdapat masalah dalam penerapan perjanjian. Berikut ini merupakan asas-asas perjanjian yang penting untuk dapat
dijadikan dasar pembentukan perjanjian.
1.
Asas
konsensualisme
Asas
Konsensualisme termuat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
mengenai syarat subjektif sahnya perjanjian, yaitu “keharusan adanya kata
sepakat antara para pihak yang membuat perjanjian”. Arti konsensualisme
berasal dari perkataan konsensus yang artinya sepakat. Kesepakatan dapat
diartikan bahwa, diantara para pihak yang membuat dan terikat perjanjian telah
tercapai suatu penyesuaian isi perjanjian, sehingga para pihak telah setuju
bahwa muatan perjanjian yang telah disepakati merupakan hal-hal yang wajib dipenuhi.
2.
Asas
kebebasan berkontrak
Asas Kebebasan Berkontrak termuat dalam
ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan "semua
persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya". Maksud dari Asas Kebebasan
Berkontrak adalah pada dasarnya suatu pihak dapat membuat perjanjian dengan isi
yang ditentukan oleh para pihak sesuai dengan kebutuhan akan adanya perjanjian
tersebut, namun ketentuan tersebut haruslah tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan. Sistem hukum perjanjian dengan asas kebebasan berkontrak
merupakan bentuk hukum yang bersifat terbuka, dalam hal ini pokok-pokok perjanjian
tidak ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan para pihak dapat membuat
secara bebas dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.
Asas
kekuatan mengikat perjanjian (pacta sunt servanda)
Asas Pacta Sunt Servanda ini termuat dalam
ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa
“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”. Asas ini juga disebut sebagai asas mengikatnya suatu
perjanjian, yang berarti para pihak yang membuat perjanjian itu terikat pada muatan perjanjian yang telah disepakati. Dalam hal ini, kekuatan mengikat
suatu perjanjian yang dibuat secara sah merupakan suatu hukum yang kuat
sebagaimana undang-undang yang mengikat para pihak yang membuatnya.
4.
Asas
itikad baik
Asas itikad baik dalam bahasa hukumnya
disebut De Goedetrow. Asas ini berkaitan dengan pembentukan dan
pelaksanaan suatu perjanjian. Asas itikad baik termuat dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa “persetujuan-persetujuan harus
dilaksanakan dengan itikad baik”. Itikad baik merupakan suatu klausul yang
sifatnya terbuka, artinya makna itikad baik dapat ditafsirkan oleh banyak
orang, sehingga untuk memperjelas maksud dari itikad baik, banyak akademisi
maupun praktisi hukum yang memberikan pendapat. Dalam hal ini, penulis
mengartikan itikad baik dari suatu perjanjian adalah sikap batin para pihak
dalam perjanjian sehingga perjanjian dibuat untuk dilaksanakan dengan sebenar-benarnya
dan jujur oleh para pihak serta pelaksanaan perjanjian dilakukan dengan
sebenar-benarnya dan jujur berdasar kepada isi perjanjian.
5.
Asas
personalia
Asas ini termuat dalam ketentuan Pasal 1315
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa ”pada umumnya tak
seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya
suatu janji selain untuk dirinya sendiri". Berdasarkan rumusan ketentuan tersebut
dapat diartikan bahwa pada dasarnya suatu perjanjian dibuat oleh para pihak
dalam kapasitasnya untuk membuat dan menyetujui perjanjian untuk dan atas nama
dirinya sendiri serta tidak untuk orang lain.
Dalam hal pembuatan
ketentuan-ketentuan di dalam perjanjian, harus ada unsur-unsur yang
dapat dijadikan acuan.[1] Unsur-unsur ini kemudian
merupakan hal-hal yang penting untuk diperhatikan dalam pembuatan perjanjian.
Unsur-unsur tersebut dapat dikatakan sebagai bagian-bagian yang menyusun
perjanjian.
1.
Unsur
esensialia
Unsur esensialia merupakan unsur penting
yang harus terkandung dalam perjanjian dan merupakan hal pokok dalam
perjanjian, sehingga tanpa adanya muatan yang memiliki unsur esensialia, maka perjanjian menjadi batal demi hukum atau dapat dibatalkan, sehingga dapat berakibat perjanjian yang dibuat tidak mengikat para pihak yang
membuatnya. Dalam hal ini, unsur esensialia merupakan syarat sah perjanjian
yang diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, untuk itu
perjanjian harus mengatur mengenai subjek dan objek perjanjian sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan. Contoh dari unsur esensialia adalah adanya
para pihak, adanya kesepakatan, perjanjian memiliki objek tertentu, objek
perjanjian merupakan suatu hal yang tidak dilarang oleh ketentuan
perundang-undangan.
2.
Unsur
naturalia
Unsur naturalia adalah ketentuan umum yang
tidak bersifat wajib. Sehingga, tanpa mencantumkan unsur tersebut, perjanjian
tetap sah dan tidak mengakibatkan suatu perjanjian menjadi batal demi hukum. Namun
demikian, unsur naturalia tetap merupakan unsur penting yang harus ada dalam
perjanjian, sebab akan memudahkan pelaksanaan perjanjian serta meningkatkan
efektifitas dan efisiensi perjanjian. Contoh hal-hal umum yang termasuk unsur
naturalia antara lain aturan pelaksanaan perjanjian, tempat pelaksanaan
perjanjian, teknis pelaksanaan perjanjian, dan lain sebagainya.
3.
Unsur
aksidentalia
Unsur aksidentalia yaitu berbagai hal
khusus (particular) yang dinyatakan dalam perjanjian yang disetujui oleh para
pihak. Aksidentalia artinya bisa ada atau diatur, bisa juga tidak ada,
bergantung pada keinginan para pihak, merasa perlu untuk memuat atau tidak.[2] Contohnya adalah klausul yang
menyebutkan bahwa isi perjanjian harus dirahasiakan dalam kurun waktu tertentu
terhadap suatu pihak tertentu, hal ini merupakan suatu aturan khusus dalam
perjanjian yang dapat dikatakan sebagai unsur aksidentalia.
|
|
Komentar
Posting Komentar