Pasar modal merupakan Industri Jasa Keuangan besar dalam suatu Negara, pada dasarnya perkembangan ekonomi
suatu Negara turut mempengaruhi industri pasar modal berikut dengan mekanisme
permodalannya. Dalam hal ini, ada berbagai macam upaya yang dilakukan oleh
pejabat berwenang dalam mengatur regulasi yang sesuai dengan kebutuhan zaman.
Begitupun terkait dengan regulasi pasar modal indonesia, salah satu bentuk
perkembangan upaya industri pasar modal Indonesia adalah skema greenshoe
atau greenshoe option dalam penawaran umum saham.
Greenshoe option adalah skema dimana penjamin emisi
efek memiliki hak untuk kemudian membeli saham pada harga penawaran jika
terjadi permintaan yang berlebihan atau oversubscribed. Opsi tersebut menggunakan
biaya oleh karena perusahaan memperoleh kas yang lebih kecil dibandingkan yang
seharusnya. Skema greenshoe merupakan upaya oleh Emiten untuk
menstabilkan harga saham pada masa penawaran umum, artinya skema ini hanya
dapat dilaksanakan pada kurun waktu tertentu. Upaya tersebut hanya dapat
dilaksanakan apabila harga saham yang beredar di pasar memiliki harga yang
kurang atau sama dengan harga saham pada saat penawaran umum. Tujuan dari opsi
tersebut adalah untuk mencegah atau memperlambat penurunan harga saham dalam
jangka waktu tertentu, sebagai akibat adanya tekanan jual yang disebabkan oleh
investor jangka pendek, serta meningkatkan pasar yang teratur atas saham
tersebut.[1]
Pada tahun 2007 pihak
Bapepam melakukan penelitian terhadap over allotment option dikarenakan
belum adanya ketentuan
yang mengatur mekanisme dari over allotment option
di Indonesia sebagai salah satu bentuk aktivitas stabilisasi yang dapat dilakukan
oleh perusahaan penjamin emisi. Pada tahun 2011, Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) akhirnya
mengeluarkan peraturan revisi mengenai stabilisasi harga saham
dalam rangka penawaran
umum perdana dengan menggunakan mekanisme opsi penjatahan lebih (over allotment option)
yang tercantum dalam Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)
No. XI.B.4. Peraturan tersebut merupakan revisi dari peraturan yang sudah
ada sebelumnya yaitu Peraturan Bapepam No.XI.B.1 mengenai stabilisasi harga
untuk mempermudah penawaran umum. Seperti
yang telah dijelaskan
oleh pihak Bapepam-LK, fungsi dari peraturan baru tersebut
adalah untuk menjaga stabilisasi harga
saham pada penawaran
saham perdana pada publik. Sejak tahun 2011 peraturan
tersebut mulai berlaku dengan fungsi yang sebagaimana semestinya. Stabilisasi harga hanya dapat
dilakukan apabila harga saham berada di bawah atau sama dengan harga penawaran. Berdasarkan penelitian terdahulu, over allotment option
merupakan salah satu aktivitas aftermarket yang berfungsi
untuk menstimulasi permintaan
terhadap saham yang
diedarkan. Sistem ini telah
dilakukan oleh beberapa
negara maju seperti
Amerika, Inggris, dan Hongkong
dengan berbagai penyesuaian
ketentuan di negara
masing-masing. Bila dibandingkan
dengan negara-negara tersebut,
Indonesia masih tergolong pengguna baru over allotment option sebagai salah satu upaya untuk menstabilisasikan harga saham
penawaran umum.[2]
Sudah banyak Emiten atau
penerbit saham di Indonesia yang menerapkan skema greenshoe dalam
penawaran umum saham yang diterbitkannya. Satu diantaranya adalah perusahaan PT. GoTo Gojek Tokopedia, Tbk. (GoTo) yang penawaran umumnya dimulai pada tanggal 1 April
2022. Melalu opsi greenshoe merupakan upaya GoTo untuk
menjaga stabilnya pergerakan harga saham saat di transaksikan di pasar sekunder
atau pasca-IPO. Dalam prospektus tersebut, GoTo menawarkan harga saham Rp. 316 - Rp. 346/unit dengan proyeksi perolehan dana Rp. 17,99 triliun. Dalam
menerapkan skema greenshoe, GoTo menetapkan sampai dengan
sebanyak-banyaknya 15% dari jumlah saham yang ditawarkan pada saat IPO, atau
7,8 miliar saham, yang akan diambil dari saham treasury. Jika skema
greenshoe ini dilakukan dan terlaksana secara optimal, maka total saham GoTo
yang beredar di publik sebanyak-banyaknya 59,825 miliar lembar saham.[3]
Berdasarkan Pasal 91 Undang-Undang
No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal disebutkan bahwa setiap pihak dilarang
melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk
menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan,
keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek. Sementara, pasal 92 menyatakan
bahwa setiap pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan pihak lain,
dilarang melakukan 2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun
tidak langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau
turun dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli, menjual, atau
menahan Efek. Sehingga, apabila suatu pihak melakukan perbuatan yang mana
memiliki tujuan untuk menciptakan gambaran semu mengenai harga Efek di Bursa Efek merupakan suatu perbuatan yang dianggap sebagai manipulasi pasar,
diterangkan juga apabila suatu pihak melakukan transaksi efek sebanya 2 kali
atau lebih yang menyebabkan harga Efek menjadi stabil merupakan bagian dari
manipulasi pasar.
Berdasarkan keterangan diatas,
skema greenshoe merupakan suatu upaya untuk menstabilkan harga saham
melalui penjamin emisi efek, namun diterangkan kemudian melalui Pasal 94 Undang-Undang
No. 8 tahun 1995 bahwa Bapepam dapat menetapkan tindakan tertentu yang dapat
dilakukan oleh Perusahaan Efek yang bukan merupakan tindakan yang dilarang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92. Sehingga berdasarkan hukum, skema greenshoe merupakan perbuatan yang boleh dilakukan dalam praktik
pasar modal Indonesia berdasarkan hukum. Dalam hal ini Bapepam mengatur terkait
dengan skema greenshoe melalui Peraturan Bapepam-LK No.XI.B.4 tentang
Stabilisasi Harga Saham dalam Rangka Penawaran Umum Perdana (IPO).
Dikarenakan penulis tidak
dapat menemukan Peraturan Bapepam-LK No.XI.B.4, maka analisis mengenai dasar
hukum skema greenshoe akan dilakukan terhadap Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 6/POJK.04/2019 Tentang Stabilisasi Harga Untuk Mempermudah
Penawaran Umum yang mana merupakan adopsi dari Peraturan Bapepam-LK No.XI.B.1.
Dalam masa Penawaran Umum,
Penjamin Emisi Efek atau Perantara Pedagang Efek yang berperan dalam Penawaran
Umum dapat menawarkan untuk membeli atau membeli Efek dengan tujuan
mempertahankan harga pasar Efek tersebut pada Bursa Efek. Dalam menawarkan
untuk membeli atau membeli Efek sebagaimana dimaksud pada keterangan diatas,
Penjamin Emisi Efek atau Perantara Pedagang Efek wajib memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Harga
stabilisasi tidak dapat berbeda dari harga resmi Penawaran Umum;
b. Stabilisasi harus dilakukan selama masa
penawaran dan tidak dapat diperpanjang melampaui masa tersebut;
c. Rencana
atau maksud untuk mengadakan stabilisasi harus diungkapkan dalam prospektus;
d. Penjamin Emisi Efek atau Perantara
Pedagang Efek yang menjual atau membeli Efek yang sedang berada dalam masa
stabilisasi untuk kepentingan setiap Pihak harus memastikan bahwa Pihak
tersebut telah menerima atau telah mendapat kesempatan membaca pernyataan
tertulis bahwa pembelian dalam rangka stabilisasi akan, sedang, atau telah
dilakukan; dan
e. Penjamin
pelaksana emisi Efek harus terlebih dahulu menyampaikan informasi kepada
Otoritas Jasa Keuangan, semua agen penjualan Efek, dan masyarakat pemodal
mengenai kapan stabilisasi dimulai serta tanggal dan waktu berakhirnya masa
stabilisasi dan Penawaran Umum.
Dalam hal ini, kewenangan
untuk membeli saham dalam rangka menstabilkan harga saham di pasar dimiliki
oleh Penjamin Emisi Efek atau Perantara Pedagang Efek. Lalu dalam melakukan
pembelian, dana yang digunakan berasal dari saham treasury atau perbendaharaan
saham yang dimiliki oleh Emiten. Kemudian, harga Efek hasil stabilisasi yang
dilakukan oleh Penjamin Emisi Efek tidak boleh berbeda dari harga resmi pada
penawaran umum, sehingga stabilisasi harga hanya dapat dilakukan ketika harga Efek kurang dari atau sama dengan harga Penawaran Umum. Stabilisasi harga hanya
dapat dilakukan selama masa Penawaran Umum, yang mana masa penawaran umum
adalah paling sedikit 1 hari dan paling banyak 5 hari.
Pada poin c dan e pada
keterangan diatas merupakan bagian dari asas keterbukaan di pasar modal. Keterbukaan
di pasar modal merupakan suatu prosedur penting dalam kegiatan pasar modal. Dalam
hal ini keterbukaan dibagi menjadi 2, yaitu keterbukaan sebelum dilaksanakannya Penawaran Umum dan keterbukaan pasca dilaksanakannya Penawaran Umum. Berdasarkan
poin c di atas, prospektus merupakan dokumen keterbukaan sebelum Penawaran Umum
dilaksanakan, yang mana prospektus memuat seluruh keterangan mengenai Emiten
dan keterangan terkait dengan Penawaran Umum. Oleh karena itu apabila Emiten
akan menerbitkan saham dengan skema greenshoe maka hal tersebut harus
dimuat dalam prospektus agar diketahui oleh masyarakat umum, khususnya calon
investor dan investor. Kemudian, pada poin e keterangan diatas, disebutkan
bahwa Penjamin Pelaksana Emisi Efek harus terlebih dahulu menyampaikan
informasi kepada masyarakat pemodal mengenai kapan stabilisasi dimulai serta
tanggal dan waktu berakhirnya masa stabilisasi dan Penawaran Umum. Hal ini
penting untuk diketahui, karena perbuatan tersebut akan mengakibatkan perubahan
harga pasar dan informasi mengenai tindakan yang dapat menyebabkan perubahan
harga pasar wajib dipublikasikan kepada publik oleh Emiten serta profesi
penunjang pasar modal lainnya.
Sumber hukum:
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
6/POJK.04/2019 Tentang Stabilisasi Harga Untuk Mempermudah Penawaran Umum
Peraturan Bapepam Nomor IX.A.2: Tata
Cara Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum
referensi:
[1] https://www.hukumonline.com/berita/a/supaya-harga-saham-perdana-tidak-anjlok-hol22721
(diakses pada 25 januari 2023)
[2] https://adoc.pub/bab-i-pendahuluan-operasional-perusahaannya-pendanaan-jangka.html
(diakses pada 25 januari 2023)
[3] https://www.cnbcindonesia.com/market/20220315083202-17-322771/goto-ipo-jaga-harga-saham-dengan-greenshoe-apa-itu
(diakses pada 25 januari 2023)
Komentar
Posting Komentar